EMPAT HAROKAH ISLAM INTERNATIONAL
(Salafy, Jamaah Tablig, Ihwanul Muslimin, Hizbut Tahrir)
Pengertian
Harokah dalam pembahasan disini adalah organisasi / harokah
(pergerakan) / kelompok yang mempunyai peraturan dan struktur organisasi
yang jelas (Ihwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir) atau pun yang tidak /
kurang mempunyai peraturan dan struktur organisasi yang jelas (Jamaah
Tabligh dan Salafy) namun masing-masing mempunyai ciri-ciri yang bisa
dibedakan dengan pihak yang lain.
Dikatakan
Harokah International karena mempunyai cabang/ perwakilan/ afiliasi/
anggota/ pengikut/ simpatisan yang tersebar luas di seluruh dunia.
Secara umum ke-empatnya ber akidah ahlus sunnah wal jamaah
Susunan
urutan pembahasan dibuat berdasarkan urutan tahun berdirinya, dimulai
dari yang paling awal disusulberturut-turut yang lebih muda tahun
berdirinya.
I. SALAFY (Generasi Awal)
A. Latar belakang sejarah
Harokah
Salafy yang dikenal sekarang ini latar belakang sejarahnya tidak dapat
lepas dari gerakan atau aliran Wahabi di Arab Saudi pada tahun 1700 an
Masehi (abad 18). Maka disini akan diruntut dari latar belakang sejarah
gerakan Wahabi.
Gerakan / Aliran Wahabi :
Kata
`Wahabi` bila kita runut dari asal katanya mengacu kepada tokoh ulama
besar di tanah Arab yang bernama lengkap Syeikh Muhamad bin Abdul Wahhab
At-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H atau 1703-1791 M). Beliau lahir di
Uyainah dan belajar Islam dalam mazhab Hanbali. Beliau telah menghafal
Al-Quran sejak usia 10 tahun.
Sosok
Muhammad bin Abdul Wahhab menjadi pelopor gerakan ishlah (reformasi)
yang muncul menjelang masa-masa kemunduran dan kebekuan berpikir
pemikiran dunia Islam sekitar 3 abad yang lampau atau tepatnya pada abad
ke-12 hijriyah. Pada era kebekuan berpikir itu para ulama Islam
mencukupkan diri ber taqlid pada Ulama / Mujtahid Imam Mazhab yang empat
dengan kecenderungan pada fanatisme terhadap masing-masing mazhabnya.
Sementara
fenomena umat di lapisan bawah yang awam saat itu sungguh memilukan.
Mereka telah menjadikan kuburan menjadi tempat pemujaan dan meminta
kepada selain Allah. Kemusyrikan merajalela. Bid`ah, khurafat dan
takhayyul menjadi makanan sehari-hari. Dukun, ramalan, sihir, ilmu ghaib
seolah menjadi alternatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam
kehidupan umat Islam.
Dakwah
gerakan Wahabi ini menyerukan agar aqidah Islam dikembalikan kepada
pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya. Muhammad
bin Abdul Wahhab saat itu bangkit mengajak dunia Islam untuk sadar atas
kebobrokan aqidah ini. Beliau menulis beberapa risalah untuk
menyadarkan masyarakat dari kesalahannya. Salah satunya adalah kitabuttauhid yang hingga kini menjadi rujukan banyak ulama aqidah.
Dakwah
Muhammad bin Abdul Wahhab ini kemudian melahirkan gerakan umat yang
aktif menumpas segala bentuk khurafat, syirik, bid`ah dan beragam hal
yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli. Mereka melarang membangun
bangunan di atas kuburan, menyelimutinya atau memasang lampu di
dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada kuburan, orang yang
sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan tukang teluh. Mereka juga
melarang tawassul dengan menyebut nama orang shaleh sepeti kalimat bi jaahi rasul atau keramatnya syiekh fulan dan fulan bahkan sampai menggunakan kekerasan dan senjata dalam dakwahnya.
Dakwah
dan pemikiran beliau banyak disambut ketika beliau datang di Dir`iyah
bahkan beliau dijadikan guru dan dimuliakan oleh penguasa setempat
(kepala suku) yaitu pangeran Muhammad bin Sa`ud yang berkuasa 1139-1179
H. Oleh pangeran, dakwah beliau didukung, ditegakkan dan akhirnya
menjadi semacam gerakan nasional yang cenderung keras dan radikal dan
didukung penuh oleh kepala suku sekaligus komandan lapangan (war lord)
Muhammad bin Sa`ud.
Satuan
–satuan bersenjata mereka menyerang dan menaklukan seluruh penguasa
wilayah (War lord) lain diseluruh Hijaz dan Nejed (Wilayah Arab Saudi
sekarang). Sebelum berdaulat sendiri Arab Saudi secara administratif dan
protektorat saat itu berada dalam kekuasaan Khilafah Turki Usmani,
berdasarkan baiat penguasa Mekkah Syarif Hussein kepada Khalifah Sulaiman Qanuni penguasa Turki Usmani.
Ketika
gerakan Wahabi menghebat, dunia Islam sedang menghadapi ekspansi
kolonialisme negara-negara eropah dan Khilafah Turki Usmani sedang lemah
dan sibuk berperang diberbagai front menghadapi serbuan kolonialisme
negara-negarga eropah. Gerakan Wahabi semakin kuat dan menguasai seluruh
Arab Saudi hingga mereka berdaulat sendiri lepas dari Khilafah Turki
Usmani. Muhammad Bin Saud berkuasa menjadi raja pertama dan menerapkan
system pemerintahan monarki sampai sekarang ini dan menjadikan pemikiran
Wahabi sebagai mazhab kerajaan.
Oleh
banyak kalangan, gerakan ini dianggap sebagai pelopor kebangkitan
pemikiran di dunia Islam, antara lain gerakan Mahdiyah, Sanusiyah, Pan
Islamisme-nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh di Mesir dan gerakan
lainnya di benua India. Paling tidak, masa hidup Muhammad bin Adbul
Wahhab lebih dahulu dari mereka semua.
Tokoh-tokoh ulama yang paling sering mereka jadikan rujukan adalah :
- Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H)
- Ibnu Taimiyah (661-728 H)
- Muhammad Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (6691-751H)
- Syeikh Muhammad Nashiruddin Albani
- Syeikh Abdul Aziz Bin Baz
B. Karakteristik
Gerakan
Wahabi yang boleh dikatakan cikal bakal dan “kendaraan” yang
mengantarkan Dinasti Ibnu Saud berkuasa di Kerajaan Arab Saudi ini
pemikirannya dijadikan mazhab resmi Kerajaan Arab Saudi dan tetap
dipelihara serta dianut oleh para penguasa dan mayoritas rakyat Arab
Saudi sampai saat ini. Mazhab dan corak pemikiran Wahabi
ini diekspor keluar dari batas Wilayah Arab Saudi yang sekarang ini
dikenal sebagai SALAFY walau kalangan salafiyin kadang tidak suka bila
dikatakan bahwa corak pemikiran dan latar belakang mereka secara
kenyataan merupakan kepanjangan dari Wahabi.
Karakteristik Salafy :
1. Fikihnya mengikuti imam Ahmad Bin Hanbal
Imam Ahmad Bin Hanbal dikenal lebih mengutamakan menggunakan Hadis dalam Ijtihadnya
dari pada menggunakan rasio (Qiyas, Istihsan, Maslahah mursalah, dsb).
Bila tidak ada nash Qoth’i beliau lebih suka menggunakan hadis dhoif
dari pada Qiyas. Sebagian Ulama menilai Imam Ahmad Bin Hanbal lebih
sebagai ahli hadis dari pada sebagai ahli Fikih.
2. Mengutamakan Hadis dan ahli hadis.
Pola
pemikiran ini mewarisi pola Ijtihad Imam Ahmad Bin Hanbal yang dianut
oleh Pelopor aliran Wahabi. Banyak merujuk kepada ahli Hadis Imam
Muhammad Nashiruddin Albani yang dalam sejarahnya dikenal lebih banyak
menghafal dan mempelajari hadis di perpustakaan dan kurang mendalami
ushul fikih, maka corak fikihnya kebanyakan memegangi makna lahir
(tekstual) dari ayat dan hadis.
3. Keras dalam masalah tauhid dan akidah.
4. Sangat menentang Kurafat/Tahayul dan Bid’ah.
5. Menganggap Bid’ah dholalah semua perkara baru yang tidak ada dalam nash syariat.
6. Tidak mengakomodasi budaya atau adat local.
7. Tidak mempunyai aturan dan struktur organisasi yang baku.
8. Terkesan puritan dan kurang akomodatif dengan masalah aktual progressif (kekinian).
9. Menganggap Kerajaan dan Raja Arab Saudi sebagai Khilafah Islam.
Ini dapat dipahami karena gerakan wahabi dan Kerajaan Arab Saudi adalah saling mendukung antara yang satu terhadap yang lain.
10. Menolak demokrasi dan parlemen.
Pemikiran
ini dilatar belakangi Kenyataan bahwa Kerajaan Arab Saudi menerapkan
sistem monarki kerajaan, Trend demokrasi dan pemerintahan parlementer
yang kemudian muncul belakangan dan berhembus karena pengaruh dari
negara-negara eropah dianggap membahayakan “Status Quo” system monarki
kerajaan Arab Saudi.
11. Ofensif menyerang pemikiran harokah dan ulama diluar kalangan mereka.
Setelah
gerakan Wahabi yang didukung pangeran Muhammad ibn Saud sukses berkuasa
di Arab Saudi dan merupakan pelopor reformasi kebekuan pemikiran Islam
yang menjadi inspirasi kebangkitan pemikiran Islam lainnya seperti :
Syeikh Jamaludin Al Afghani dengan konsep Pan Islamisme nya yaitu
mengembalikan Khilafah Islamiah international, Syeikh Muhamad Abduh
dengan konsep Harokah Islamiah yaitu pergerakan yang berusaha menerapkan
syariat Islam pada seluruh sektor kehidupan yang kemudian diteruskan
oleh muridnya Syeikh Rasyid Ridho yang menjadi inspirasi berdirinya
Harokah Ihwanul Muslimin di Mesir yang saat itu dibawah pemerintahan
penjajahan atau protektorat Inggris.
Konsep
pemikiran harokah ini bertujuan mengembalikan Khilafah Islamiah
international dan menerapkan syariat Islam sebagai hukum positip negara.
Harokah
Ihawanul Muslimin ini akhirnya menyebar keluar mesir dan mempunyai
cabang dan pengikut di beberapa negara Arab (Timur Tengah).
Dalam
perjalanan sejarahnya harokah ini selanjutnya memasuki wilayah politik
yang bersikap oposan terhadap pemerintah sekuler Mesir dan mulai timbul
gejala radikalisme dalam usaha mengambil alih pemerintahan.
Negara-negara
Arab di Timur Tengah yang menerapkan sistem pemerintahan monarki
kerajaan dianggap kurang sesuai dengan konsep syriat Islam
Sikap
radikal dan oposan dari sebagian pengikut Ihawanul Muslimin ini
merembet juga ke pengikutnya yang ada di negara negara Timur Tengah
(termasuk Arab Saudi), mereka memandang negara negara Arab di Timur
Tengah yang menerapkan sistem pemerintahan monarki kerajaan dianggap
kurang sesuai dengan konsep syriat Islam, apalagi dalam perkembangan
selanjutnya setelah ditemukan minyak di negara negara Arab para
bangsawan kerabat Raja hidup bergelimang dalam kemewahan. Maka
berkembangnya Ihwanul Muslimin tidak disukai dan dianggap membahayakan
“status quo” para penguasa monarki Arab Saudi ditambah lagi dengan
kenyataan perbedaan mazhab fikih Ihwanul Muslimin yang ber mazhab Syafii
yang juga memakai rasio (qiyas) dalam ijtihadnya.
Untuk membendung dan meng counter perkembangan dan pemikiran Ihawanul Muslimin, penguasa
Arab Saudi dan didukung para Ulama mazhab Wahabi membuat harokah
tandingan yang sekarang ini dikenal sebagai SALAFY yang tujuannya
membela status quo Khilafah Islam penguasa monarki Arab Saudi dan
menyebarkan pemikiran wahabi yang keras dalam masalah akidah dan fikih
mazhab Hanbali yang mengutamakan teks ayat dan hadis. Hal inilah yang
melatar belakangi sikap para tokoh Salafiyin menjadi Agresif dan Ofensif
menyerang kelompok lain terutama Ihwanul Muslimin dan juga Hizbut
Tahrir (dulunya bagian atau paling tidak simpatisan Ihwanul Muslimin).
C. Kiprahnya
1. Gerakan Wahabi mendobrak kejumudan dalam kurafat-tahayul-kemusyrikan akidah.
2. Gerakan Wahabi sebagai pelopor reformasi pemikiran yang beku.
3. Di
masa sekarang ini, gerakan salafi di Indonesia kembali terasa gregetnya
di awal tahun 1990-an. Gerakan ini dibawa oleh para sarjana alumni
Timur Tengah khususnya yang bersekolah di Universitas-universitas di
Arab Saudi dan Kuwait.
Mereka banyak mendirikan yayasan, jam’iyah, pengajian dan seruan untuk
kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Termasuk menyebarkan dakwah di
kampus, masjid, kelompok masyarakat dan sebagainya.
4. Aktif dalam study hadis
5. Aktif dalam menentang Bid’ah
6. Aktif dalam amar makruf nahi munkar terutama lewat tulisan
7. Aktif dalam tarbiyah dalam halaqoh
II. Jamaah Tabligh (Menyampaikan dakwah)
A. Latar belakang sejarah
Maulana
Muhammad Ilyas Al-Kandahlawy lahir pada tahun 1303 H (1886) di desa
Kandahlah di kawasan Muzhafar Nagar, Utar Prades, India. Ayahnya bernama
Syaikh Ismail dan Ibunya bernama Shafiyah Al-Hafidzah. Keluarga Maulana
Muhammad Ilyas terkenal sebagai gudang ilmu agama. Saudaranya antara
lain Maulana Muhammad yang tertua, dan Maulana Muhammad Yahya.
Ayah
beliau, Syaikh Muhammad Ismail adalah seorang ruhaniwan besar yang suka
menjalani hidup dengan ber-uzhlah, berkhalwat dan beribadah, membaca
Alquran serta mengajarkan Alquran dan ilmu-ilmu agama. Adapun ibunda
beliau, Shafiyah Al-Hafidzah, adalah seorang Hafidzah Alquran. Maulana
Muhammad Ilyas pertama kali belajar agama pada kakeknya, Syaikh Muhammad
Yahya. Beliau adalah seorang guru agama pada madrasah di kota kelahirannya.
Kakeknya
adalah penganut mazhab Hanafi dan teman dari seorang ulama dan penulis
Islam terkenal, Syaikh Abul Hasan Al-Hasani An-Nadwi. Sejak saat itulah
beliau mulai menghafal Alquran. Dari kecil telah tampak ruh dan semangat
agama dalam dirinya. Beliau memilki kerisauan terhadap umat, agama dan
dakwah. Sehingga Allamah Asy-Syaikh Mahmud Hasan yang dikenal sebagai
Syaikhul Hind (guru besar ilmu Hadis pada madrasah Darul Ulum Deoband)
pernah mengatakan, “sesungguhnya apabila aku melihat Maulana Ilyas aku
teringat kisah perjuangan para sahabat.
”
Pada suatu ketika saudaranya, Maulana Muhammad Yahya, pergi belajar
kepada seorang alim besar dan pembaru yang ternama yakni Syaikh Rasyid
Ahmad Al-Gangohi, di desa Gangoh, Utar Pradesh, India.
Maulana Muhammad Yahya belajar membersihkan diri dan menyerap ilmu
dengan bimbingan Syaikh Rasyid. Hal ini membuat Maulana Muhammad Ilyas
tertarik untuk belajar pada Syaikh Rasyid sebagaimana kakaknya. Akhirnya
Maulana Ilyas memutuskan untuk belajar agama menyertai kakaknya di
Gangoh.
Akan tetapi selama tinggal dan belajar di sana
Maulana Ilyas selalu menderita sakit. Sakit ini ditanggungnya selama
bertahun-tahun lamanya. Tabib Ustadz Mahmud Ahmad putra dari Syaikh
Gangohi sendiri telah memberikan pengobatan dan perawatan pada beliau.
Sakit yang dideritanya menyebabkan kegiatan belajarnya pun menurun, akan
tetapi beliau tidak berputus asa. Banyak yang menyarankan agar beliau
berhenti belajar untuk sementara waktu, tapi beliau menjawab, “apa
gunanya aku hidup jika dalam kebodohan”.
Dengan
izin Allah SWT, Maulana pun menyelesaikan pelajaran Hadis Syarif,
Jami’at Tirmidzi dan Shahih Bukhari. Dan dalam jangka waktu empat bulan
beliau sudah menyelesaikan Kutubus Sittah. Tubuhnya yang sering
terserang sakit semakin membuat beliau bersemangat dalam menuntut ilmu.
Begitu pula kerisauannya bertambah besar terhadap keadaan umat yang jauh
dari syari’at Islam.
Beliau akhirnya berkenalan dengan Syaikh Khalid Ahmad As-Sharanpuri penulis kitab Bajhul Majhud Fi Hilli Alfazhi Abi Dawud
dan berguru kepadanya. Semakin bertambah ilmu yang dimiliki membuat
beliau semakin tawaddu’ serta dihormati di kalangan para ulama dan
masyaikh. Suatu ketika di Kandhla ada sebuah pertemuan yang dihadiri
oleh ulama-ulama besar. Di antaranya terdapat nama Syaikh Abdurrahman
Ar-Raipuri, Syaikh Khalil Ahmad As-Sharanpuri dan Syaikh Asyraf Ali
At-Tanwi. Waktu itu tiba waktu shalat Ashar.
Mereka
meminta Maulana Ilyas untuk mengimami shalat tersebut. Setelah kematian
kakaknya, Maulana Muhammad Yahya, pada 9 Agustus 1925, orang ramai
meminta kepada Maulana Ilyas untuk menggantikan kakaknya di Nizamuddin.
Waktu itu beliau sedang menjadi salah seorang pengajar di Madrasah
Mazhahirul Ulum. Akhirnya, setelah mendapat izin dari Maulana Khalil
Ahmad dengan pertimbangan jika tinggalnya di Nizamuddin membawa manfaat
maka Maulana Ilyas diberi kesempatan untuk berhenti mengajar.
Beliau
akhirnya pergi ke Nizamuddin, ke madarasah warisan ayahnya yang kosong
akibat lama tidak dihuni. Dengan semangat mengajar yang tinggi beliau
membuka kembali madrasah tersebut. Semangat yang tinggi untuk memajukan
agama, beliau pun mendirikan Maktab di Mewat. Namun kondisi geografis
yang agraris menyebabkan masyarakatnya lebih menyukai anak-anak mereka
pergi ke kebun atau ke sawah daripada ke Madrasah atau Maktab untuk
belajar agama, membaca atau menulis.
Maulana
Ilyas dengan terpaksa meminta orang Mewat untuk menyiapkan anak-anak
mereka untuk belajar dengan biaya yang ditanggung oleh Maulana sendiri.
Besarnya pengorbanan Maulana hanya untuk memajukan pendidikan agama bagi
masyarakat tidak mendapatkan perhatian. Mereka enggan menuntut ilmu dan
lebih senang hidup dalam kondisi yang sudah dijalani turun temurun.
Melihat keadaan Mewat itu, semakin menambah kerisauan beliau akan
keadaan umat Islam.
Kunjungan-kunjungan
diadakan bahkan madrasah-madrasah banyak didirikan, tetapi hal itu
belum dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat Mewat.
Dengan izin Allah timbullah keinginannya untuk mengirimkan jamaah dakwah
ke Mewat. Pada tahun 1351 H/1931 M, beliau menunaikan haji yang ketiga
ke Tanah Suci Makkah. Kesempatan tersebut dipergunakan untuk menemui
tokoh-tokoh India yang ada di Arab guna mengenalkan usaha dakwah.
Selama
di Makkah, jamaah bergerak setiap hari sejak pagi sampai petang, usaha
dakwah terus dilakukan untuk mengajak orang taat kepada perintah Allah.
Dalam pandangan Maulana Muhammad Ilyas, dakwah merupakan kewajiban umat
Nabi Muhammad SAW. Pada prinsipnya setiap orang yang mengaku mengikuti
ajaran Nabi Muhammad memiliki kewajiban mendakwahkan ajarannya, yaitu
agar selalu taat kepada Allah dengan cara yang telah dicontohkan
Rasulullah.
Sepulang
dari haji, Maulana mengadakan dua kunjungan ke Mewat, masing-masing
disertai jamaah dengan jumlah sekitar seratus orang. Dalam kunjungan
tersebut beliau selalu membentuk jamaah-jamaah yang dikirim ke
kampung-kampung untuk ber-jaulah (berkeliling dari rumah ke rumah) guna
menyampaikan pentingnya agama. Beliau sepenuhnya yakin bahwa kebodohan,
kelalaian serta hilangnya semangat agama dan jiwa keislaman itulah yang
menjadi sumber kerusakan.
Dari
Mewat inilah secara berangsur-angsur usaha tabligh meluas ke Delhi,
United Province, Punjab, Khurja, Aligarh, Agra, Bulandshar, Meerut,
Panipat, Sonepat, Karnal, Rohtak dan daerah lainnya. Begitu juga di
bandar-bandar pelabuhan banyak jamaah yang tinggal dan terus bergerak
menuju tempat-tempat yang ditargetkan sepeti halnya daerah Asia Barat.
Terbentuknya jamaah ini adalah dengan izin Allah melalui kerisauan
seorang Maulana Muhammad Ilyas.
Kemudian
menyebarlah jamaah-jamaah tabligh yang membawa misi ganda yaitu ishlah
diri (perbaikan diri sendiri) dan mendakwahkan kebesaran Allah SWT
kepada seluruh umat manusia. Perkembangan jamaah ini semakin hari
semakin tampak. Gerakan jamaah tidak hanya tersebar di India tetapi sedikit demi sedikit telah menyebar ke barbagai negara. Hanya kekuasaan Allah yang dapat memakmurkan dan membesarkan usaha ini.
Pada
hari terakhir dalam sejarah hidupnya, Maulana mengirim utusan kepada
Syaikhul Hadits Maulana Zakariya, Maulana Abdul Qodir Raipuri, dan
Maulana Zafar Ahmad, bahwa beliau akan mengamanahkan kepercayaan sebagai
amir jamaah kepada sahabat-sahabatnya seperti Hafidz Maqbul Hasan, Qozi
Dawud, Mulvi Ihtisamul Hasan, Mulvi Muhammad Yusuf, Mulvi Inamul Hasan,
Mulvi Sayyid Raza Hasan.
Pada
saat itu terpilihlah Mulvi Muhammad Yusuf sebagai pengganti Maulana
Muhammad Ilyas dalam memimpin usaha dakwah dan tabligh. Pada sekitar
bulan Juli 1944 beliau jatuh sakit yang cukup parah. Kondisi tubuhnya
yang lemah merupakan bukti bahwa beliau bersungguh-sungguh menghabiskan
waktu mengembara dari satu tempat ke tempat lain bersama dengan jamaah
untuk mendakwahkan kebesaran Allah.
Akhirnya
Maulana menghembuskan nafas terakhirnya, beliau pulang ke rahmatullah
sebelum adzan Shubuh. Beliau tidak banyak meninggalkan karya-karya
tulisan tentang kerisauannya akan keadaan umat. Buah pikiran beliau
dituang dalam lembar-lembar kertas surat yang dihimpun oleh Maulana
Manzoor Nu’mani dengan judul Aur Un Ki Deeni Dawat yang ditujukan kepada
para ulama dan seluruh umat Islam yang mengambil usaha dakwah ini.
Metode
dakwah tabligh dengan metode melakukan perjalanan mengunjungi (jaulah)
dan menetap beberapa waktu di suatu tempat sasasan dakwah ini akhirnya
menjadi harokah yang mempunyai banyak pengikut dan keluar dari anak
benua India menyebar ke seluruh dunia.
B. Karakteristik
1. Mengutamakan
ber tabligh yaitu dakwah dengan mengunjungi (jaulah) dan menetap
beberapa lama di kawasan yang dijadikan obyek dakwah.
2. Mengutamakan akhlak, kebersihan hati dan dzikir.
3. Menganjurkan banyak beramal dan beribadah.
4. Fikihnya bermazhab Abu Hanifah tapi tidak mengikat untuk anggotanya.
5. Toleran terhadap budaya dan adat lokal.
6. Aktif ber amar makruf nahi munkar.
7. Dakwahnya lemah-lembut dengan jaulah (kunjungan) ke semua kalangan.
8. Sangat toleran dan tidak radikal.
9. Aktif dalam tabiyah halaqoh.
10. Tidak mempunyai aturan dan struktur organisasi yang baku.
11. Tidak terlibat atau membahas masalah politik.
12. Tidak ofensif terhadap harokah dan ulama diluar kalangan mereka.
D. Kiprahnya
1. Aktif
melakukan JAULAH yaitu perjalanan (safar) ke suatu kawasan dan menetap
beberapa lama untuk melakukan tabligh (menyampaikan) dakwah Islam.
2. Aktif dalam tarbiyah halaqoh
3. Aktif dalam amar makruf nahi munkar lewat lisan.
III. Ihwanul Muslimin (Persaudaraan Islam)
A. Latar Belakang Sejarah
Pada
era abad 19 Masehi gelombang kolonialisme dan imperialisme sedang
melanda hampir di semua dunia Islam. Khilafah Islam Turki Usmani sedang
dalam masa lemah dan sakit yang kronis. Turki Usmani sedang mati matian
berperang melawan negara negara Eropah (Yunani, Rusia, Inggris, Italia
dan Perancis). Satu per satu wilayah dalam kekuasaan Khilafah Turki
Usmani dicaplok oleh negara-negara eropah tanpa bisa dicegah oleh Sultan
Turki. Perancis menguasai Afrika Utara, Italia menguasai Aljazair,
Rusia mencaplok wilayah kaukasus dan Asia Tengah, Inggris menguasai
Syria-Palestina.
Disamping
itu ada juga wilayah-wilayah dibawah kekuasaan Imperium Khilafah Turki
Usmani yang memberontak dan melepaskan diri seperti : negara negara
Slavia (Eropah Timur), Yunani dan negara negara balkan, Gubernur Mesir
Muhamad Ali Pasha juga mengumumkan Mesir berdiri sendiri lepas dari
kekuasaan Khilafah Turki Usmani, Penguasa Wilayah (war lord) di
Semenanjung Arabia juga lepas dari kontrol kekuasaan pusat Turki Usmani.
Wilayah Hijaz dan Nejed dikuasai oleh kaum Wahabi dan akhirnya
mendirikan kerajaan Arab Saudi lepas dari Khilafah Turki Usmani.
Akhirnya Khilafah Islamiah Turki Usmani benar benar mati setelah dibunuh
oleh Kemal Attaruk pada tahun 1924 yang menghapuskan sistem Khilafah
Islam yang menerapkan syariat Islam sebagai hukum positip negara dan
menggantinya dengan sekulerisme yang menerapkan Undang Undang keluaran
parlemen sebagai hukum positip negara.
Dunia
Islam diluar bekas wilayah imperium Turki Usmani tidak jauh berbeda
nasibnya, Pakistan-India dan Malaysia-Brunei dijajah oleh Inggris,
demikian juga Indonesia dijajah oleh Belanda. Masa itulah Umat Islam
sedang berada pada posisi paling rendah dalam bidang politik dan seperti
kue yang seenaknya dibagi-bagi dan disantap oleh negara-negara
Imperialis-Kolonialis Eropah. Keadaan itulah yang pernah diramalkan
dalam hadis Nabi yaitu umat Islam “seperti makanan dimeja makan yang
disantap oleh orang-orang yang lapar”-Benarlah apa yang dikatakan
Rosulullah-.
Mesir
pada mulanya berdaulat sendiri setelah Gubernur Muhammad Ali Pasha
memberontak dan menyatakan berdaulat sendiri lepas dari kekuasaan Turki
Usmani, ternyata kemudian tidak mampu menahan ekspansi penyerbuan
tentara Inggris yang sebelumnya sudah menguasai Syiria dan Palestina,
jadilah kemudian Mesir dijajah oleh Inggris.
Kekuasaan
pemerintahan ada ditangan para penjajah, hukum positip yang diterapkan
adalah Undang Undang buatan mereka, sumber daya kekayaan alam dihisap
oleh para penjajah, Pendidikan dan usaha mencerdaskan umat sengaja tidak
dilakukan. Dunia Islam benar benar berada pada posisi paling lemah
secara politis, militer, ekonomi, iptek dan peradaban. Para Ulama Islam
juga mengalami kebekuan pemikiran dan mencukupkan diri dengan mengikuti
mazhab empat imam mazhab mujtahid dengan fanatisme pada masing-masing
mazhab yang terkadang sampai muncul friksi fisik perselisihan dikalangan
akar rumput umat.
Masa
penjajahan yang panjang tersebut juga mengakibatkan masing-masng
wilayah/negara Islam sibuk dengan dirinya sendiri dalam berbagai usaha
perlawanan terhadap penjajah ditambah lagi racun pemikiran
“NASIONALISME” dan “SEKULERISME” yang sengaja dihembuskan oleh para
pemikir barat dengan tujuan agar
Khilafah Islamiah yang menerapkan syariat Islam sebagai hukum positip
dalam kehidupan bermasyarakat sekaligus bernegara tidak hidup lagi
dikalangan kaum muslilim. Kaum Penjajah menyadari
bahwa system pemerintahan Khilafah Islamiah yang meliputi seluruh kaum
muslimin dunia itulah kunci kekuatan Islam sebagi kekuatan politis yang
dahulu sanggup membawa kaum muslimin pada puncak kejayaannya, maka kaum
penjajah sengaja menebarkan racun nasionalisme dan sekulerisme di
wilayah-wilayah Islam yang mereka kuasai.
Adanya gerakan reformasi Wahabi yang radikal dalam bidang akidah dan politik di Arab Saudi dan berhasil
mengantarkan Dinasti Ibnu Saud ke tampuk kekuasaan di kerajaan Arab
Saudi memberi inspirasi para pemikir Islam yang lain untuk melakukan
pembaharuan pemikiran dalam memecahkan kebekuan dan tidur panjang umat
islam dalam bidang pemikiran dan politik dan usaha melepaskan diri dan
merdeka dari penjajahan.
Salah
satu pemikir Islam yang menjadi “rising star” pada waktu itu adalah
Syeikh Jamaluddin Al Afghani yang mempunyai konsep pemikiran “Pan
Islamisme” yaitu usaha menyatukan kembali seluruh negara negara Islam
yang sudah mulai berwawasan nasionalisme kebangsaan dalam satu Khilafah
Islamiah seperti dahulu kala dan menerapkan syariat Islam sebagai hukum
positip bernegara dan bermasyarakat.
Dalam
bidang dakwah dan fikih sosial-kemasyarakatan muncul pemikir Mesir
Syeikh Muhammad Abduh dan muridnya Syeikh Rasyid Ridlo yang memberikan
wacana harokah (pergerakan) yang bergerak dalam bidang dakwah dan
politik berupa amal jama’i yang mengorganisir kekuatan umat sebagai
usaha memperbaiki keterpurukan umat dibawah tekanan penjajahan dan
secara bertahap berusaha melepaskan diri dari penjajahan.
Ditempat
yang berbeda yaitu di Pakistan muncul pemikiran yang sejalan dan
dihembuskan oleh Syeikh Abul A’la Maududi yang intinya agar umat bersatu
dalam amal jama’i yang terorganisir kemudian secara simultan melakukan
dakwah, tarbiyah dan amar makruf nahi munkar. Pemikiran beliau banyak
dituangkan dalam bentuk buku dan aktif memberi pengajian serta membentuk
harokah Jamiat Al-Islami yang di kemudian hari menjadi partai politik
yang membidani kelahiran Republik Pakistan terpisah dari India, namun
setelah itu perkembangan harokah Jamiah Al- Islami tidak terlalu
berkembang keluar dari anak benua India.
Di negara Mesir, pemikiran baru itu merupakan pembaharuan pemikiran yang selama ini beku dan
terus bergulir dan berkembang hingga konsep itu direalisasikan oleh
Imam Hasan Al Bana yang mendirikan harokah dakwah dan politik Ihwanul
Muslimin.
Bermula
dari pembicaraan dan diskusi Imam Hasan Al Bana dengan empat orang
temannya yang bertekad untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan
taqwa dan mereka berkomitmen dalam saling tolong menolong dalam semangat
persaudaraan Islam. Mereka kemudian sering bertemu membentuk halaqoh
dan melakukan diskusi membahas berbagai persoalan agama, perkembangan
sosial kemasyarakatan dan kemaslahatan umat lainnya.
Beberapa
orang akhirnya tertarik pada Halaqoh pengajian dan diskusi mereka dan
akhirnya ikut bergabung dalam halaqoh itu. Anggota perkumpulan itu
sangat antusias dalam melakukan dakwah langsung di masyarakat, bahkan
mereka mendatangi kedai-kedai kopi dengan cara sopan dan santun mereka
minta ijin kepada pemilik kedai untuk menyampaikan sedikit pengajian
kepada pengunjung kedai menyampaikan dakwah Islam dan ajakan kembali
kepada nilai-nilai luhur agama Islam.
Metode
Dakwah mereka mulanya dianggap aneh dan tidak umum, yaitu memberikan
pengajian singkat di kedai-kedai kopi dan tempat keramaian lainnya, tapi
karena mereka menyampaikannya dengan sopan dan simpatik akhirnya banyak
orang-orang terutama kaum muda yang tertarik dengan perkumpulan mereka
dan ikut bergabung dalam halaqoh yang dipimpin Imam Hasan Al Bana.
Perkumpulan
dan Halaqoh mereka semakin banyak anggotanya dan setiap anggota
perkumpulan aktif menyampaikan dakwah dan pemikiran Imam Hasan Al-Bana
dan konsep Harokah amal Jama’i dalam semangat persaudaraan Islam.
Akhirnya perkumpulan ini mendeklarasikan diri sebagai Organisasi harokah
Islamiah dengan nama IHWANUL MUSLIMIN dan menyepakati Imam Hasan Al Bana sebagai pemimpinnya.
Perjalanan Ihwanul Muslimin.
Imam
Asy-Syahid Hasan al-Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906.
Lahir di sebuah kampung di kawasan Buhairah, Mesir. Beliau tumbuh di
dalam lingkungan yang taat beragama, yang menerapkan Islam secara nyata
dalam seluruh aspek kehidupannya.
Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal separuh isi Al-qur’an.
Di samping belajar agama di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemerintah, kemudian melanjutkan pelajarannya ke Dar al-’Ulum, Kairo dan tamat pada tahun 1927.
Setelah tamat dari Dar al-’Ulum, ia menjadi guru pada sebuah Sekolah Menengah (SMP) di Isma’iliyyah. Dari Isma’iliyyah inilah ia memulai aktivits keagamaannya di tengah-tengah masyarakat, terutama di warung-warung kopi di hadapan para karyawan Proyek Terusan Suez.
Di samping belajar agama di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemerintah, kemudian melanjutkan pelajarannya ke Dar al-’Ulum, Kairo dan tamat pada tahun 1927.
Setelah tamat dari Dar al-’Ulum, ia menjadi guru pada sebuah Sekolah Menengah (SMP) di Isma’iliyyah. Dari Isma’iliyyah inilah ia memulai aktivits keagamaannya di tengah-tengah masyarakat, terutama di warung-warung kopi di hadapan para karyawan Proyek Terusan Suez.
Setiap
hari — seusai mengajar, ia mengunjungi warung kopi untuk berdialog
dengan masyarakat. Malam harinya, ia salat berjamaah di masjid terdekat,
dan kemudian seringkali melanjutkan pembicaraannya di warung kopi.
Pada masa-masa liburan panjang setiap musim panas, ia menghabiskan waktu bepergian ke berbagai kota
dan desa di Mesir, untuk mengajar masyarakat di rumah, di atas
kendaraan, di warung kopi, atau masjid. Tubuhnya yang kekar (sekalipun
dengan postur yang agak pendek dibanding rata-rata orang Mesir), serta
penampilannya yang menarik, dan lidahnya yang fasih, dan perilakunya
yang simpatik memang mendukung Al-Banna untuk menjadi seorang public
figure.
Pada bulan Dzul Qa’idah 1327 H/April 1928 M adalah bulan didirikannya cikal bakal gerakan Ihwanul muslimin
Dalam pertumbuhan awalnya, Al-Ihwan lebih memusatkan usaha untuk pembentukan kepribadian masyarakat. Ini
terlihat dari beberapa prinsip yang diajarkan Al-Banna yang merupakan
petunjuk harian Al-Ihwan. Prinsip-prinsip itu antara lain berbunyi:
“Lakukanlah salat bila anda mendengar azan, bagaimana pun kondisi anda
pada waktu itu. Baca Alquran, renungkan dan dengarkan, serta selalulah
mengingat Allah. Jangan anda membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tak
berguna.”
Selanjutnya, Al-Banna juga mengatakan: “Jangan banyak bersilat lidah dalam masalah apa pun, karena itu tidak bermanfaat. Jangan banyak berhura-hura dan bersantai, karena perjuangan bangsa perlu kesungguhan. Jauhilah membicarakan keburukan orang di belakangnya. Jangan mengejek organisasi-organisasi atau pergerakan-pergerakan dengan tidak adil. Berusahalah untuk selalu ramah bila anda bertemu teman-teman Al-Ihwan, sekalipun ia tidak membuat inisiatif, karena idiologi kita berdiri di atas tiang ilmu pengetahuan dan cinta kasih.Bantulah orang lain semaksimal mungkin agar ia dapat memanfaatkan waktunya, dan bila anda mempunyai proyek untuk diselesaikan, maka selesaikanlah proyek itu.”
Prinsip-prinsip itu dijalankan melalui jalur organisasi dari ranting, cabang, wilayah (yang tersebar di seluruh pelosok kota dan desa di Mesir), dan sampai ke pusat, yang secara organisatoris selalu dievaluasi dari waktu -waktu. Di sini kelihatan sekali ciri pergerakan dari organisasi Al-Ihwan.
Setelah pemantapan kepribadian, maka program Al-Ihwan selanjutnya adalah pembentukan masyarakat Islam yang menjalankan syariat Islam. Bagi Al-Ihwan, Islam adalah jalan hidup menyangkut individu, masyarakat, negara, hubungan internasional dan seterusnya. Al-Banna menegaskan, “Ia (Islam — Red) adalah sikap moral, kekuatan, kasih sayang dan keadilan. Ia adalah pengetahuan, hukum, ilmu dan pengadilan. Ia adalah materi, kekayaan, usaha dan kebutuhan. Ia adalah jihad dan dakwah atau antara dan gagasan. Ia juga akidah yang benar dan ibadah yang betul, ibarat satu koin dengan dua wajah.”
Seperti program pembentukan kepribadian, maka Al-Ihwan juga bertekad untuk melaksanakan program sosial politik secara bertahap. Dalam Anggaran Dasar (Nizam Asasi) Al-Ihwan, antara lain menyebutkan: Al-Ihwan senantiasa mengutamakan kemajuan bertahap dalam pembangunan, usaha produktif, dan kerja sama dengan para pecinta kebaikan dan kebenaran. Al-Ihwan tak ingin melukai siapa pun, apa pun agama, ras dan kebangsaannya.
Kegiatan
Al-Ihwan mulai menarik perhatian pemerintah dan dunia luar, setelah
mereka memindahkan pusat kegiatan dari Ismailiyah ke Kairo pada tahun
1932. Apalagi setelah Al-Banna mengirim surat kepada raja Mesir, Faruq
(1936) dan sejumlah menteri kabinet, agar melaksanakan syariat Islam dan
meninggalkan cara hidup yang tidak Islami.
Tahun
1352 H/1933 M beliau menerbitkan sebuah berita pekanan Ihwan yang
dipimpin oleh Ustadz Muhibuddin Khatib (1303 - 1389 H/1886 - 1969 M).
Kemudian tahun 1357 H/1938 M terbit majalah al-Nadzir. Lalu menyusul
al-Syihab, tahun 1367 H/1947 M. Seterusnya majalah dan berita-berita
Ihwan terbit secara teratur.
Situasi
di Mesir pada 1930-1940-an, seperti kebobrokan moral, penetrasi budaya
asing, pemerintah yang tidak tegas, dominasi Inggris yang begitu kuat
dalam negeri, dominasi perusahaan -perusahaan asing, dan lain-lain,
telah bersaham dalam membentuk sikap militansi Al-ihwan. Sebagai gerakan
dan idiologi, sikap Al-ihwan ini berhubungan erat dengan krisis
intelektual, sosial, ekonomi dan politik yang melanda Mesir sejak abad
ke-19.Krisis-krisis ini sebagiannya adalah hasil dari berbagai kebijakan
yang ditempuh oleh para penguasa Mesir sebelum ini, dalam bidang
pendidikan, hukum dan politik melalui suatu proses westernisasi. Negara
sejak abad 19 mengirim misi pendidikan ke luar negeri dan mengundang
perancang dan tenaga ahli Barat ke dalam negeri. Sistem pendidikan Barat
yang sekuler barangsur-angsur menggeser pendidikan tradisional, dan
hukum sekular Barat menggantikan hukum syariat yang telah berlaku selama
berabad-abad.
Politik
pemerintah semakin cenderung untuk memelihara kepentingan Barat.
Terusan Suez sebagai jalan perhubungan penting antara Barat dan Timur
berada di tangan asing. Di Palestina kekuatan Zionis internasional
semakin mengkristal untuk mendirikan negara nasional Yahudi yang
mengancam eksistensi umat Islam dan bangsa Arab. Sementara itu, para
penguasa Arab lebih banyak membuat kebijakan yang dapat mempertahankan
kepentingan mereka daripada kepentingan rakyat. Di pihak lain, Al-Azhar
sebagai lembaga keagamaan tertua di dunia Islam bersikap melempem dan
sulit untuk dijadikan panutan bagi sebuah pembaruan yang sejalan dengan
semangat Islam.
Sebagai
organisasi pergerakan, Al-ihwan tak mau membiarkan kondisi yang tidak
sejalan dengan tuntutan Islam itu berjalan terus. Melalui media dan
sarana yang dimilikinya (surat kabar, majalah, pamlet, surat
terbuka, pidato, khutbah, rapat umum dan lain-lain), organisasi ini
memberikan imbauannya kepada rakyat dan pemerintah agar mengambil garis
Islam dalam semua kebijakan.
Tahun
1948 Ihwan turut serta dalam perang Palestina. Mereka masuk dalam
angkatan perang khusus. Peristiwa ini telah direkam secara rinci oleh
ustadz Kamil Syarif dalam bukunya ‘Ihwanul muslimin fi Harbi Falasthin.
Kalau
kemudian pemerintah melihat Al-ihwan sebagai ancaman, bukan semata
karena imbauan kebaikan itu, tapi lebih karena sebagai organiasasi massa,
Al-ihwan dapat memaksakan kehendaknya. Usaha yang dilakukannya bukan
hanya bidang penerangan, pendidikan dan kebajikan semata, tetapi juga
mencakup usaha -usaha ekonomi yang menjadi urat nadi organisasi, latihan
bela diri dan bahkan pasukan para militer. Dalam perang melawan sekutu
Inggris-Israel pada tahun 1948, misalnya, pasukan sukarelawan Al-ihwan
terbukti tangguh dalam mematahkan kekuatan musuh.
Pada
tanggal 8 Nopember 1948, Muhammad Fahmi Nagrasyi, perdana menteri Mesir
waktu itu, membekukan gerakan Ihwan dan menyita harta kekayaannya serta
menangkap tokoh-tokohnya.
Desember 1948, Naqrasyi diculik. Orang-orang Ihwan dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi di usung, pendukung-pendukungnya berteriak-teriak, “Kepala Naqrasyi harus dibayar dengan kepala Hasan al-Banna.”
Kegiatan
dan kejayaan yang dicapai al-ihwan al-Muslimin tidak disenangi oleh
kerajaan dan pihak Inggris. Negara barat mendesak kerajaan Mesir supaya
membubarkan Jamaah ihwanul Muslimin. Pasukan tentara al-ihwan yang
berperang di Palestina telah menunjukkan keberanian dan komitmen yang
luar biasa. Hal itu Justru menjadikan kegamangan dan kekhawatiran
politik musuh.
Pada 12 Februari 1949 jam 5 petang, Hasan al-Banna bersama iparnya Abdul Karim Mansur, seorang pejabat, berada di rumah pejabat tersebut. Mereka menunggu Menteri Zaki Ali Basya yang dikatakan mewakili kerajaan untuk berunding, tetapi dia tak kunjung tiba. Akhirnya setelah selesai menunaikan solat Isya’ mereka memanggil taksi untuk pulang. Ketika baru saja menaiki teksi yang dipanggil, dua orang memakai penutup
kepala menuju ke arah taksi dan salah seorang daripada mereka terus melepaskan tembakan pistol dan kedua-dua mereka terkena tembakan itu.
Iparnya itu tidak dapat bergerak akibat terkena tembakan tersebut.Hasan al Banna walaupun terkena tujuh tebakan , beliau masih mampu berjalan masuk semula ke pejabat Jam’iyyah al Syubban al-Muslimin memanggil ambulan untuk membawa mereka ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit Qasral ‘Aini, mereka dikawal rapi oleh Jenderal Muhammad al-Jazzar dan tidak melarang memberikan perawatan kepada Hasan al-Banna. Pada pukul 12.50 tengah malam, Imam Asy Syahid Hasan al-Banna menghembuskan nafas yang terakhir akibat tumpahan darah yang banyak pada usia 43 tahun.
Setelah peristiwa itu tokoh-tokoh
Al-ihwan ditangkap, aset organisasi disita, dan berbagai media massa
mereka diberangus. Kejadian seperti itu terjadi berulang kali. Dari
tahun 1940 sampai Desember 1948, pergerakan ini dilarang seutuhnya.
Tahun
1950 berdasarkan keputusan Dewan Tertinggi Negara, Ihwan
direhabilitasi. Ketika itu Mesir diperintah oleh kabinet al-Nuhas. Dewan
tersebut juga memutuskan bahwa pembekuan Ihwan selain tidak sah, juga
inkonstitusional.
Tahun
1950 ustadz Hasan al-Hudhaibi (1306 -1393 H/1891 - 1973 M), terpilih
menjadi Mursyid ‘Al-Mahdi Ihwanul muslimin. Ia adalah salah seorang
tokoh kehakiman Mesir. Ia juga berkali-kali ditangkap. Tahun 1954, ia
divonis hukuman mati, tetapi kemudian diringankan menjadi seumur hidup.
Tahun 1971 ia dibebaskan terakhir kalinya.
Oktober
1951 konflik antara Mesir dan Inggris semakin memuncak. Ihwan
melancarkan perang urat saraf melawan Inggris di Terusan suez. Peristiwa
ini telah direkam oleh Kamil Syarif dalam bukunya ‘Al-Muqawamat
al-Sirriyyah fi Qanat Suwes.
Tanggal
23 Juli 1952, pasukan Mesir di bawah pimpinan Muhammad Najib, bekerja
sama dengan Ihwan melancarkan Revolusi Juli. Tetapi kemudian Ihwan
menolak kerja sama dalam pemerintahan, karena mereka mempunyai pendapat
dan pandangan yang jelas tentang metode revolusi.
Jamal
Abdul nashir menganggap penolakan tersebut sebagai penolakan terhadap
mandat revolusi. Kemudian kedua belah pihak terlibat serangkaian konflik
dan permusuhan yang semakin hari semakin tajam. Akibatnya, tahun 1954,
pihak pemerintah melakukan penangkapan besar-besaran terhadap anggota
Ihwan dan beribu-ribu orang dijebloskan ke dalam penjara.
Pada
mulanya, Jamal Abdul Nasir dan Anwar Sadat sendiri adalah termasuk
aktivis Al-ihwan. Namun kemesraan antara Al-ihwan dan Nasir serta Sadat
segera berakhir, tak lama setelah yang pertama menjadi presiden. Di
bawah pemerintahan Jamal Abdul Nasir, Al-ihwan mengalami penderitaan
kembali. Para pengikutnya dipenjarakan dan beberapa di antaranya bahkan
ada yang digantung. Buku-buku dan penerbitan mereka dilarang terbit.
Alasan
pemerintah, karena orang Ihwan telah berupaya memusuhi dan mengancam
kehidupan Jamal Abdul nashir di lapangan Mansyiyyah, Iskandariyyah.
Bahkan pemerintah Mesir telah menghukum mati 6 anggota Ihwan.1.
Abdulqadir Audah
2. Muhammad Farghali
3. Yusuf Thal’at
4. Handawi Duwair
5. Ibrahim Thayyib
6. Muhammad Abdullathif
2. Muhammad Farghali
3. Yusuf Thal’at
4. Handawi Duwair
5. Ibrahim Thayyib
6. Muhammad Abdullathif
Tahun 1965 - 1966 bentrokan antara Ihwan dan pemerintah Mesir terulang kembali untuk kedua kalinya. Pemerintah kembali melakukan penangkapan besar-besaran, melakukan penyiksaan serta memenjarakan anggota Ihwan. Bahkan tiga orang di antarannya telah dihukum gantung, yaitu :
Sayyid Quthb (1324 - 1387 H/1906 - 1966 M). Ia
termasuk pemikir Ihwan nomor dua setelah Hasan al-Banna. Dan termasuk
salah seorang tokoh Islam di zaman modern ini. Ditangkap tahun 1954 M
dan disekap di dalam penjara selama 10 tahun. Tahun 1964 ia dikeluarkan
dari penjara atas desakan presiden Irak, Abdussalam Arif. Namun tak lama
kemudian ia diculik kembali untuk menghadapi hukuman mati. Demikian
juga dengan Yusuf Hawasi dan
Abdulfattah Isma’il
Abdulfattah Isma’il
Sejak itu Ihwan bergerak secara rahasia sampai Jamal Abdul nashir meninggal dunia 28 September 1970. Ketika Anwar Sadat berkuasa, orang-orang Ihwan mulai di lepas secara bertahap.
Akibat dari kondisi yang kurang menguntungkan itu, beberapa tokoh Al-ihwan banyak yang terpaksa lari ke luar negeri. Ada
yang ke negara-negara Arab dan lainnya ke Eropa dan Amerika. Namun di
mana pun mereka berada, mereka tidak melupakan perjuangan organisasi dan
selalu melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kondisi yang ada.
Dari
situ, meski di dalam negeri (Mesir) Al-ihwan banyak mengalami hambatan,
gagasan Al-ihwan tetap berkembang. Apalagi banyak di kalangan
idiolog-idiolog Al-ihwan yang berbakat menulis dalam berbagai bidang.
Sebut, misalnya ‘Audah, Sayyid Quthb, Muhammad Quthb, Muhammad
Al-Ghazali, Abdullah As-Samman, As-Siba’i, Mushthafa Ramadan, Fathi
Yakan dan lain-lain.
Kemudian
muncul dialog generasi kedua yang lebih berbentuk akademis semisal
Yusuf Al-Qardhawi, ‘Isa ‘Abduh, Al-Jerisyi, At-Turabi, Asy-Syalabi dan
seterusnya. Karya-karya mereka banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia. Dengan demikian, Al-ihwan telah
memberikan sahamnya untuk sebuah pemahaman Islam pergerakan di seluruh
dunia.
Sepeninggal
Hudhaibi, Umar Tilmisani (1904?1986 M) terpilih menjadi Mursyid. Di
bawah pimpinannya Ihwan menuntut hak-hak jama’ah secara utuh dan
mengembalikan hak milik jama’ah yang dibekukan oleh Jamal Abdul nashir.
Tilmisani menempuh jalan tidak konfrontatif dengan penguasa dan
berkali-kali beliau menyerukan, “Bergeraklah dengan bijak dan hindarilah
kekerasan dan ekstrimisme.”
Di luar Mesir banyak tikoh-tokoh Ihwan yang muncul, antara lain :
Syaikh Muhammad Mahmud Shawwaf, pendiri dan pengawas umum Ihwan di Irak.
Dr. Mushthafa al-Siba’i, pengawas umum pertama Ihwan di Suriah.
Gerakan Ihwan di Yordania berdiri tanggal 13 Ramadhan 1364 H. pemimpin pertamanya ialah Syaikh Abdullathif Abu Qurrah.
Syaikh Muhammad Mahmud Shawwaf, pendiri dan pengawas umum Ihwan di Irak.
Dr. Mushthafa al-Siba’i, pengawas umum pertama Ihwan di Suriah.
Gerakan Ihwan di Yordania berdiri tanggal 13 Ramadhan 1364 H. pemimpin pertamanya ialah Syaikh Abdullathif Abu Qurrah.
Di beberapa negara Arab pada waktu ini, seperti Sudan, Yordania, dan Palestina, kegiatan politis Islam Al-ihwan tampak menonjol. Di Sudan, berkat jasa Dr Hasan At-Turabi, idiologi terkenal Al-ihwan, beberapa program Islamisasi telah dapat dilaksanakan dalam negara, sekalipun mendapat tekanan yang berat dari negara-negara Barat, dan bahkan Mesir sendiri sebagai negara tetangga dan tanah kelahiran Al-Banna.
Di
Yordania beberapa wakil Al-ihwan dapat duduk dalam parlemen dan
beberapa posisi penting dalam pemerintahan. Di Palestina, di balik
gerakan Al-Hammas yang menantang negara sekular yang ingin didirikan
oleh Arafat juga dikabarkan berdiri aktivis -aktivis Al-ihwan.
Ihwanul
Muslimin sebenarnya tidak lain dari sebuah organisasi pergerakan Islam
yang berusaha menerapkan cara-cara hidup yang Islami, terutama kehidupan
sosial-politik, melalui sebuah program yang selalu direvisi dari waktu
ke waktu. Karena dominasi kebudayaan sekular yang begitu besar di dunia
Islam, termasuk sekularisasi dalam pemerintahan, organisasi ini sering
berada dalam konflik dengan kjekuatan-kekuatan sekular yang ada dalam
masyarakat. Teologi mereka yang tidak memisahkan antara ijtihad dan
jihad, agama dan politik, membuat nama mereka sering dihubungkan kepada
aksi politik dan tindak kekerasan, baik secara sah atau tidak.
PEMIKIRAN DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA
Pemahaman Ihwan terhadap Islam bersifat universal, tidak mengenal adanya pemisahan antara satu aspek dengan aspek lainnya.
Kaitanya dengan dakwah Ihwan, Syaikh Hasan al-Banna mengatakan, “Gerakan Ihwan adalah dakwah salafiyah, thariqah sunniyah, haqiqah shufiyyah, lembaga politik, klub olah raga, lembaga ilmiah dan kebudayaan, perserikatan ekonomi dan pemikiran sosial.”
Selanjutnya Syaikh Hasan al-Banna mengatakan bahwa ciri gerakan Ihwan adalah:1. Jauh dari sumber pertentangan.
2. Jauh dari pengaruh riya dan kesombongan.
3. Jauh dari partai politik dan lembaga-lembaga politik.
4. Memperhatikan kaderisasi dan bertahap dalam melangkah.
5. Lebih mengutamakan aspek aspek amaliyah produktif dari pada propaganda dan reklame.
6. Memberi perhatian sangat serius kepada para pemuda.
7. Cepat tersebar di kampung-kampung dan dikota-kota.
Selain itu Syaikh menyebutkan karakteristik Ihwan sebagai berikut :
- Gerakan Ihwan adalah gerakan Rabbaniyyah. Sebab azas yang menjadi poros sasarannya ialah mendekatkan manusia kepada Rabb-nya.
- Gerakan Ihwan bersifat ‘alamiyah (Internasional). Sebab arah gerakan ditujukan kepada semua umat manusia.
- Gerakan Ihwan bersifat Islami. Sebab orientasi dan nisbatnya hanya kepada Islam.
Selain itu juga Syaikh menetapkan tingkatan amal yang merupakan konsekuensi logis setiap anggota, yaitu :
1. Memperbaiki
diri, sehingga menjadi pribadi yang kuat fisik, teguh dlam berakhlak,
luas dalam berfikir, mampu mencari nafkah, lurus berakidah dan benar
dalam beribadah.
2. Membentuk rumah tangga islami.
3. Memotifasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan, memerangi kemungkaran dan kerusakan.
4. Memerdekakan negara dengan membersihkan rakyatnyas dari berbagai bentuk kekuasaan asing kuffar di bidang poplitik, ekonomi ataupun mental spiritual.
5. Memperbaiki pemerintahan sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang islami.
6. Mengembalikan eksistensi negara-negara Islam dengan memerdekakan negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya.
7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat manusia, sehingga tidak ada fitnah lagi dan Dien hanya benar-benar milik Allah.
“Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan Nur (Dien)-Nya.” (Q.S. at-Taubah :32).
2. Membentuk rumah tangga islami.
3. Memotifasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan, memerangi kemungkaran dan kerusakan.
4. Memerdekakan negara dengan membersihkan rakyatnyas dari berbagai bentuk kekuasaan asing kuffar di bidang poplitik, ekonomi ataupun mental spiritual.
5. Memperbaiki pemerintahan sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang islami.
6. Mengembalikan eksistensi negara-negara Islam dengan memerdekakan negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya.
7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat manusia, sehingga tidak ada fitnah lagi dan Dien hanya benar-benar milik Allah.
“Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan Nur (Dien)-Nya.” (Q.S. at-Taubah :32).
Tentang tahapan dakwah Hasan al-Banna membaginya menjadi tiga tahap :
· Tahap pengenalan.
· Tahap pembentukan.
· Tahap pelaksanakan.
Dalam Risalah Ta’alim, Hasan al-Banna berkata, “Rukun Bai’at kita ada sepuluh. Karena itu hafallah baik-baik. Yaitu: Faham, Ikhlas, Amal, Jihad, Berkorban, Tetap pada pendirian, Tulus, Ukhuwah dan percaya diri.” Kemudian beliau berkata, “Wahai saudaraku yang sejati! Ini merupakan garis besar dakwah Anda. Anda dapat menyimpulkan prinsip-prinsip tersebut menjadi lima kalimat berikut :
1. Allah tujuan kami.
2. Rasulullah SAW. teladan kami.
3. Al-Qur’an dustur (undang-undang)kami.
4. Jihad jalan kami.
5. Mati sahid dalam fisabilillah adalah puncak cita-cita kami yang tertinggi.
2. Rasulullah SAW. teladan kami.
3. Al-Qur’an dustur (undang-undang)kami.
4. Jihad jalan kami.
5. Mati sahid dalam fisabilillah adalah puncak cita-cita kami yang tertinggi.
Ciri-cirinya dapat disimpulkan menjadi lima kata, yaitu : sederhana, membaca Al-Qur’an, shalat, sikap kesatria dan akhlaq.”
Ustadz
Sayyid Quthb, dalam bukunya Khashaish al-Tashawwur al-Islami wa
Muqawwimatuhu, memberikan gambaran tentang pemahamannya dan pemahaman
Ihwan. Karakteristik konsep Islam itu berazaskan kepada :
1. Rabbaniyyah
2. Tetap
3. Seimbang
4. Positif
5. Realistik
6. Tauhid.
2. Tetap
3. Seimbang
4. Positif
5. Realistik
6. Tauhid.
Setiap karakteristik diberi penjelasan tersendiri secara gamblang dan luas.
Lambang Ihwanul muslimin adalah dua bilah pedang menyilang melingkari Al-Qur’an, ayat Al-Qur’an Wa Uidlu dan tiga kata: haq (kebenaran), quwwah(kekuatan) dan hurriyyah (kemerdekaan).
Lambang Ihwanul muslimin adalah dua bilah pedang menyilang melingkari Al-Qur’an, ayat Al-Qur’an Wa Uidlu dan tiga kata: haq (kebenaran), quwwah(kekuatan) dan hurriyyah (kemerdekaan).
AKAR PEMIKIRAN DAN SIFAT IDIOLOGINYA
Ihwanul
muslimin telah mengadopsi dakwah salafiyyah menjadi gerakan dakwahnya.
Ia menekankan kepada pentingnya penelitian dan pembahasan terhadap dalil
serta pentingnya kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan
membersihkan diri dari segala bentuk kemusrikan untuk mencapai
kesempurnaan tauhid.
Dakwah
Ihwan banyak dipengaruhi oleh Syaikh Abdulwahhab, Sanusiyyah dan Rasyid
Ridha. Pada umumnya dakwah tersebut merupakan kelanjutan dari Madrasah
Ibnu Taimiyyah (wafat 702 H/1328 M), yang juga merupakan kelanjutan
Madrasah Imam Ahmad bin Hambal.
Ihwan merupakan tashawwuf sebagai sarana pendidikan dan peningkatan jiwa seperti pernah dilakukan para ahli tashawwuf terdahulu yang aqidahnya benar dan jauh dri segala bentuk bid’ah, khurafat, menghina diri dan sifat negatif.
Ihwan merupakan tashawwuf sebagai sarana pendidikan dan peningkatan jiwa seperti pernah dilakukan para ahli tashawwuf terdahulu yang aqidahnya benar dan jauh dri segala bentuk bid’ah, khurafat, menghina diri dan sifat negatif.
Hasan
al-Banna merangkum semua pemahaman tersebut dalam dakwahnya. Ditambah
pula dengan konsepsi-konsepsi yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan
lingkungan. Sehingga dakwahnya mampu menghadapi berbagai arus yang
melanda Mesir dan kawasan lain.
PENYEBARAN DAN KAWASAN PENGARUHNYA
Gerakan Ihwan dimulai di Isma’iliyyah kemudian beralih ke Kairo. Dari Kairo tersebar ke berbagai pelosok dan kota do Mesir. Akhir tahun 40-an, cabang Ihwan di Mesir sudah mencapai 3000 cabang. Tiap cabang memiliki anggota yang cukup banyak.
Gerakan
tersebut kemudian meluas ke negara-negara Arab. Ia berdiri kukuh di
Suriah, Palestina, Yordania, libanon, Irak, Yaman dan lain-lain. Dewasa
ini anggota dan simpatisannya tersebar di berbagai penjuru dunia. Di
Indonesia aktivis-aktivis Ihwanul Muslimin mendirikan Partai Keadilan
Sejatera (PKS) atau paling tidak menerapkan pemikiran dan metode dakwah
dalam harokahnya.
Salah
satu pencapaian Al-Ihwan yang paling signifikan adalah terbentuknya
generasi baru Muslim yang memahami Islam secara benar, meyakininya
secara mendalam, mempraktikkannya dalam diri sendiri dan keluarganya,
berjuang meninggikan kalimatnya, menerapkan syari’atnya, dan menyatukan
umatnya.
B. Karakteristik
1. Mempunyai peraturan dan struktur organisai yang baku.
2. Aktif dalam amar makruf nahi mungkar.
3. Fikihnya mengikuti mazhab Syafii tapi tidak mengikat ke anggotanya.
4. Tidak puritan dan adaptif dengan masalah aktual progressif-kekinian.
5. System Tarbiyah kadernya telah mapan dan baku.
6. Menerapkan beberapa keluarga menjadi satu ikatan Usroh yang merupakan sel terkecil dari Harokah.
7. Memasuki wilayah politik.
8. Seterateginya elastis, menjadi gerakan bawah tanah ketika tertekan.
9. Bergabung dengan parlemen
10. Toleran dalam masalah ikhtilaf.
11. Tidak ofensif menyerang pemikiran harokah yang lain.
12. Melakukan aktivitas hampir di seluruh aspek sosial-kemasyarakatan.
C. Kiprahnya
1. Mendirikan Percetakan dan penerbitan.
2. Mendirikan badan / yasasan sosial kemasyarakatan.
3. Aktif dalam tarbiyah pembinaan kader melalui Halaqoh-Usroh.
4. Aktif dalam amar makruf nahi munkar..
5. Aktif memberikan ceramah/seminar/pengajian.
6. Mendirikan Partai Politik dan ikut serta dalam pemilu.
IV. Hizbut Tahrir (Partai Pembebas)
A. Latar Belakang Sejarahnya
Hizbut
Tahrir didirikan di Al-Quds pada tahun 1372 H (1953 M) oleh Syeikh
Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama, pemikir, politisi dan pernah
menjadi Qadhi (hakim) di pengadilan Syariat di Al-Quds.
Sebagian
kalangan mengatakan bahwa pendiri Hisbut Tahrir pada mulanya termasuk
aktivis atau simpatisan Ihwanul Muslimin. Setelah terbunuhnya Imam Hasan
Al Bana, pemimpin Ihwanul Muslimin pada tahun 1949 boleh dikatakan
aktivitas Ihwanul Muslimin mengalami stagnasi, apalagi sebagian besar
tokoh-tokoh utama Ihwan banyak yang ditangkap dan dipenjara oleh
pemerintah Mesir. Tekanan hebat yang dilakukan oleh pemerintah Mesir
membuat Ihwan merubah kebijaksanaannya yaitu lebih lunak dan bergerak
dibawah tanah.
Melunaknya
sikap Ihwan dan aktivitasnya yang bergerak dibawah tanah kurang
disetujui oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, maka beliau pun memutuskan
mendirikan Hizbut Tahrir yang garis kebijaksanannya terang-terangan dan
tegas menyatakan diri sebagai partai politik yang bertujuan untuk
membebaskan negara-negara Islam dari kolonialisme-penjajahan
bangsa-bangsa eropah, membebaskan Baitul Makdis dari cengkeraman Zionis
Israel, membebaskan negeri-negeri Islam dari pemerintahan sekuler, dari
pemerintahan monarki regional menuju Khilafah Islam international.
Hizbut
Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam. Politik
merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir
bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk
menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka
untuk mendirikan kembali sistem Khilafah Islamiah dan menegakkan hukum
yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan.
Hizbut
Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian
(seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama
atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan
pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan).
Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia kelangsungan
kelompoknya.
Hizbut
Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang
amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan,
dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman
dominasi dan pengaruh negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga
membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum
yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali.
TUJUAN HIZBUT TAHRIR
Hizbut
Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam
ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum muslimin
kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam dan masyarakat Islam. Di
mana seluruh kegiatan kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum
syara’. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah halal dan
haram, di bawah naungan Daulah Islam, yaitu Daulah Khilafah, yang
dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan dibai’at oleh kaum
muslimin untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan
berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dan mengemban risalah Islam
ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Di
samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam
dengan kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang. Hizbut
Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan
keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih kendali
negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini, dan negara Khilafah akan
kembali menjadi negara nomor satu di dunia –sebagaimana yang terjadi
pada masa silam– serta memimpin dunia sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Hizbut
Tahrir juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syari’at)
bagi umat manusia, memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran beserta
segala ide dan peraturan kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi.
KEGIATAN HIZBUT TAHRIR
Kegiatan
Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam untuk mengubah situasi
masyarakat yang rusak menjadi masyarakat Islam. Hal ini dilakukan dengan
mengubah ide-ide rusak yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga ide-ide
ini menjadi opini umum di tengah masyarakat serta menjadi persepsi bagi
mereka. Selanjutnya persepsi ini akan mendorong mereka untuk
merealisasikan dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan Islam.
Juga
dengan mengubah perasaan yang dimiliki anggota masyarakat menjadi
perasaan Islam –yakni ridla terhadap apa yang diridlai Allah, marah dan
benci terhadap apa yang dimurkai dan dibenci oleh Allah– serta mengubah
hubungan/ interaksi yang ada dalam masyarakat menjadi hubungan/
interaksi yang Islami, yang berjalan sesuai dengan hukum-hukum Islam dan
pemecahan-pemecahannya.
Seluruh
kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah kegiatan yang bersifat
politik, di mana Hizbut Tahrir memperhatikan urusan masyarakat sesuai
dengan hukum-hukum serta pemecahannya secara syar’i, karena politik
adalah mengurus dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan
hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.
Kegiatan-kegiatan
yang bersifat politik ini tampak jelas dalam kegiatannya mendidik dan
membina umat dengan tsaqafah (kebudayaan) Islam, meleburnya dengan
Islam, membebaskannya dari aqidah-aqidah yang rusak, pemikiran-pemikiran
yang salah, serta persepsi-persepsi yang keliru, sekaligus
membebaskannya dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan kufur.
Kegiatan politik ini tampak juga dalam aspek pergolakan pemikiran (ash shiro’ul fikri) dan dalam perjuangan politiknya (al kifahus siyasi).
Pergolakan pemikiran tersebut terlihat dalam penentangannya terhadap
ide-ide dan aturan-aturan kufur. Kegiatan ini nampak pula dalam
penentangannya terhadap ide-ide yang salah, aqidah-aqidah yang rusak,
atau persepsi-persepsi yang keliru, dengan cara menjelaskan
kerusakannya, menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan ketentuan hukum
Islam dalam masalah tersebut.
Adapun
perjuangan politiknya, terlihat dari penentang-annya terhadap kaum
kafir imperialis untuk memerdekakan umat dari belenggu dominasinya,
membebaskan umat dari cengkeraman pengaruhnya, serta mencerabut
akar-akarnya yang berupa pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun
militer dari seluruh negeri-negeri Islam.
Perjuangan
politik ini juga tampak jelas dalam kegiatannya menentang para
penguasa, mengungkapkan pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap
umat, melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta
berusaha menggantinya tatkala mereka mengabaikan hak-hak umat, tidak
menjalankan kewajibannya terhadap umat, melalaikan salah satu urusan
umat, atau menyalahi hukum-hukum Islam.
Seluruh
kegiatan politik tersebut dilakukan tanpa menggunakan caca-cara
kekerasan (fisik/senjata). Akan tetapi sebatas aktivitas menyampaikan
ide-ide (konsep-konsep) dengan lisan atau tulisan, sesuai jejak dakwah
yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Jadi
kegiatan Hizbut Tahrir secara keseluruhan adalah kegiatan yang bersifat
politik, baik sebelum maupun sesudah mengambilalih pemerintahan
(melalui umat).
Kegiatan
Hizbut Tahrir bukan di bidang pendidikan, karena ia bukanlah madrasah
(sekolah). Begitu pula seruannya tidak hanya bersifat nasehat-nasehat
dan petunjuk-petunjuk. Akan tetapi kegiatannya bersifat politik, dengan
cara mengemukakan ide-ide (konsep-konsep) Islam beserta hukum-hukumnya
untuk dilaksanakan, diemban, dan diwujudkan dalam kenyataan hidup dan
pemerintahan.
Hizbut
Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam
kehidupan dan agar Aqidah Islamiyah dapat menjadi dasar negara dan dasar
konstitusi serta undang-undang. Karena Aqidah Islamiyah adalah aqidah
aqliyah (aqidah yang menjadi dasar pemikiran) dan aqidah siyasiyah
(aqidah yang menjadi dasar politik) yang melahirkan aturan untuk
memecahkan problem manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik,
ekonomi, budaya, sosial, dan lain-lain.
METODE DAKWAH HIZBUT TAHRIR
Metode
yang ditempuh Hizbut Tahrir dalam mengemban dakwah adalah hukum-hukum
syara’, yang diambil dari thariqah (metode) dakwah Rasulullah SAW, sebab
thariqah itu wajib diikuti. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi
kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan
Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah (dengan membaca dzikir dan
mengingat Allah).” (QS Al Ahzab : 21)
“Katakanlah: ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS Ali Imran : 31)
“Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambilah. Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah.” (QS Al Hasyr : 7)
Dan
banyak lagi ayat lain yang menunjukkan wajibnya mengikuti perjalanan
dakwah Rasulullah SAW, menjadikan beliau suri teladan, dan mengambil
ketentuan hukum dari beliau.
Berhubung
kaum muslimin saat ini hidup di Darul Kufur –karena diterapkan atas
mereka hukum-hukum kufur yang tidak diturunkan Allah SWT– maka keadaan
negeri mereka serupa dengan Makkah ketika Rasulullah SAW diutus
(menyampaikan risalah Islam). Untuk itu fase Makkah wajib dijadikan
sebagai tempat berpijak dalam mengemban dakwah dan mensuriteladani
Rasulullah SAW.
Dengan
mendalami sirah Rasulullah SAW di Makkah hingga beliau berhasil
mendirikan suatu Daulah Islam di Madinah, akan tampak jelas beliau
menjalani dakwahnya dengan beberapa tahapan yang jelas ciri-cirinya.
Beliau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang tampak dengan jelas
tujuan-tujuannya. Dari sirah Rasulullah SAW inilah Hizbut Tahrir
mengambil metode dakwah dan tahapan-tahapannya, beserta
kegiatan-kegiatan yang harus dilakukannya pada seluruh tahapan ini,
karena Hizbut Tahrir mensuriteladani kegiatan-kegiatan yang dilakukan
Rasululah SAW dalam seluruh tahapan perjalanan dakwahnya.
Berdasarkan sirah Rasulullah SAW tersebut, Hizbut Tahrir menetapkan metode perjalanan dakwahnya dalam 3 (tiga) tahapan berikut :
Pertama, Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah At Tatsqif),
yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang mempercayai
pemikiran dan metode Hizbut Tahrir, dalam rangka pembentukan kerangka
tubuh partai.
Kedua, Tahapan Berinteraksi dengan Umat (Marhalah Tafa’ul Ma’a Al Ummah),
yang dilaksanakan agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam,
hingga umat menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, agar umat
berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan.
Ketiga, Tahapan
Pertarungan Pemikiran untuk menentang kepercayaan/ideologi, aturan dan
pemikiran kufur. Menentang segala bentuk akidah yang rusak, pemikiran
keliru, pemahaman yang salah dan sesat dengan cara mengungkapkan
kepalsuan, kekeliruan dan kontradiksi dengan Islam sekaligus
membersihkan umat dari segala bentuk pengaruh dan implikasinya.
Keempat, Tahapan
Perjuangan Politik menghadapi negara-negara kafir imperialis yang
menguasai dan mendominasi negeri-negeri Islam, menghadapi segala bentuk
penjajahan, baik itu berupa pemikiran, politik, ekonomi, militer dan
mengungkap makar sekaligus membongkar konspirasi negara-negara kafir.
Perjuangan politik juga dilakukan dengan menentang para penguasa
negeri-negeri Arab dan negeri-negeri Islam yang lain dengan cara
membongkar kejahatan dan kebobrokan mereka, menyampaikan nasehat, kritik
dan mencoba mengubah perilaku mereka setiap kali memakan, tidak
menunaikan hak-hak umat, melalaikan urusan umat dan meyimpang dari hukum
syariat Islam.
Kelima, Tahapan Pengambilalihan Kekuasaan (Marhalah Istilaam Al Hukm),
yang dilaksanakan untuk menerapkan Khilafah Islam secara menyeluruh dan
mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dan kemudian berkhidmat
melayani kemaslahatan umat sesuai dengan hukum syariat Islam.
KEANGGOTAAN HIZBUT TAHRIR
Hizbut
Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik laki-laki maupun
wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau
bukan, berkulit putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai
untuk seluruh kaum muslimin dan menyeru mereka untuk mengemban dakwah
Islam serta mengambil dan menetapkan seluruh aturan-aturan Islam, tanpa
memandang lagi kebangsaan, warna kulit, maupun madzhab mereka. Hizbut
Tahrir melihat semuanya dari pandangan Islam.
Cara
mengikat individu-individu ke dalam Hizbut Tahrir adalah dengan memeluk
Aqidah Islamiyah, matang dalam Tsaqafah Hizbut Tahrir, serta mengambil
dan menetapkan ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Dia
sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir,
setelah sebelumnya ia melibatkan dirinya dengan Hizbut Tahrir; ketika
dakwah telah berinteraksi dengannya dan ketika dia telah mengambil dan
menetapkan ide-ide serta persepsi-persepsi Hizbut Tahrir. Jadi ikatan
yang dapat mengikat anggota Hizbut Tahrir adalah Aqidah Islamiyah dan
Tsaqafah Hizbut Tahrir yang terlahir dari aqidah ini. Halaqah-halaqah
(pembinaan) wanita dalam Hizbut Tahrir terpisah dengan halaqah
laki-laki. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para suami,
mahramnya, atau para wanita
B. Karakteristik
- Mempunyai peraturan dan struktur organisai yang baku.
- Aktif dalam amar makruf nahi mungkar.
- Tidak puritan dan adaptif dengan masalah aktual progresif-kekinian.
- System tarbiyah kadernya telah mapan dan baku.
- Memasuki wilayah politik.
- Bersikap keras dalam meng kritisi pemerintahan.
- Tidak Bergabung dengan parlemen
- Mengeluarkan fatwa-fatwa tentang masalah progresif kekinian.
- Tidak ofensif menyerang pemikiran harokah yang lain.
C. Kiprahnya
- Mendirikan Percetakan dan penerbitan.
- Aktif menulis artikel dan buku buku.
- Aktif dalam tarbiyah pembinaan kader melalui Halaqoh Hizb.
- Aktif dalam amar makruf nahi munkar.
- Aktif memberikan ceramah/seminar/pengajian.
- Mendirikan Partai Politik (global) tapi tidak ikut serta dalam pemilu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar